Senin, 17 Desember 2012
Rabu, 12 Desember 2012
Kasih Sayang Ibu
04.46
No comments
Ada
seorang Ibu yang baru melahirkan di sebuah rumah sakit Bersalin. Sang
ibu berkata "Bisa saya melihat bayi saya?". Ketika gendongan itu
berpindah ketangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi
lelaki mungil, sang ibu menahan nafasnya. Suaminya mendekati istri yang
sempat kaget. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah
luar jendela rumah sakit. Bayi itu ternyata terlahir tanpa kedua belah
telinga!Sang ibu sangat shock ketika melihat anaknya lahir tanpa kedua
telinga. Demikian juga sang ayah saat melihat anaknya yang baru lahir.
“Bersabarlah Bapak dan Ibu, anak yang dilahirkan ini adalah anugerah
yang sangat besar dari Yang Maha Kuasa. Saya yakin kelak anak ini
memberikan kebahagian dan kesejukan hati kepada Bapak dan Ibu. Jagalah
dan besarkanlah anak ini dengan penuh kasih sayang dari kalian berdua”
Pesan dokter kepada suami istri. waktu membuktikan bahwa pendengaran
bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan
sempurna. Hanya saja penampilannya tampak aneh dan buruk.
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya dipelukan sang ibu dan menangis terisak- isak.
"Tadi ada seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini
makhluk aneh," ujarnya. Mendengar penuturan anaknya, sang ibu merasa
sedih dan sesak hatinya. Karena malunya dengan teman-teman sebayanya,
sang anak tidak mau keluar rumah untuk bergaul.
Anak lelaki itu
tumbuh dewasa. Walau tidak memiliki daun telinga, ia cukup tampan dan
disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya dibidang
musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Dalam hati sang
ibu merasa bangga dan juga kasihan dengan keadaan anaknya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa
mencangkokkan daun telinga untuk putranya. "Saya yakin mampu sepasang
daun telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia
mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu
mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya
pada mereka. Setelah di cari-cari belum juga menemukan yang bisa
mendonorkan telinganya.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah
saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin
dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera
mengirimmu kerumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini
sangatlah rahasia," kata sang ayah. Operasi berjalan dengan sukses.
Dengan adanya telinga, maka ia semakin percaya diri. Bakat musiknya pun
semakin hebat. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Ia
sekarang menjadi sorotan bagi kaum wanita dengan penampilannya yang
sempurna kini.
Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan
bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayah dan ibunya, "Yah, aku
harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua
padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum
membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa
membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah
terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum
saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini." sang ibu hanya
tersenyum melihat anaknya.
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua
lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang
menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu
berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal karena
terserang kanker. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut
jenazah ibu yang yang terbujur kaku itu, lalu menyibakkan sehingga
tampaklah bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.
"Ibumu pernah
berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya. Dengan
alasan itu juga ia bisa mengorbankan telinganya untukmu,nak" bisik sang
ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit
kecantikannya bukan?" Demi melihat dan mendengar ayahnya, sang anak
hanya terdiam dan hanya terisak dengan kasih besar ibunya. Dengan masih
menangis, sang anak lalu mengecup kening ibunya untuk yang terakhir
kali.
Kaki Cerita
------------
Kisah di atas merupakan
salah satu kebesaran jiwa seorang ibu. Sungguh besar pengorbanan dan
kasih sayang seorang Ibu pada anaknya. Kasih Ibunya itu tidak terpatok
pada sesuatu apapun jua. Pengorbanan dan kasih sayangnya pada anak dan
keluarga begitu besar dan tidak dapat tergantikan dengan apapun. Kasih
sayangnya, nasihatnya, dan motivasinya sungguh bermakna dan memberikan
kesejukan pada anak dan keluarganya. Surga berada di telapak kaki ibu,
merupakan ungkapan yang sangat indah untuk menggambarkan eksistensi
seorang wanita yang telah berperan ganda dalam kehidupannya, yakni
sebagai seorang Ibu dan istri yang selalu memberikan kesejukan,
kedamaian, dan kebahagian pada keluarganya. Maka, hormatilah orang tua
kita selama ia masih ada.
Kecantikan yang sejati tidak terletak
pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki
tidak terletak pada apa yang bisa dilihat, namun pada apa yang tidak
terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah
dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun
tidak diketahui.
Tuhan Yesus Memberkati
Sabtu, 08 Desember 2012
Rahasia Kebahagiaan Ada Pada Jiwa Bersyukur
20.08
No comments
Alkisah pada suatu senja temaram, tampak seorang perempuan cantik
berusia empat puluhan, berpakaian indah dan santun, turun dari mobil
mewah yang ditumpangi. Dengan wajah yang tidak bahagia, dia mendatangi
rumah bibinya yang berada di pinggir kota, jauh dari keramaian.
Setelah melepas kangen, sambil menarik napas panjang, perempuan itu berkata, “Bibi. Setelah anak-anak besar, saya merasa kesepian dan tidak bahagia. Saya merasakan kehidupan yang hampa dan tidak bermakna lagi.”
Sambil tersenyum bijak, tanpa berkomentar sedikit pun si bibi memanggil seorang perempuan, yang bekerja sebagai pembantu harian di rumah itu.
“Mbak Anik. Ini keponakan ibu. Datang dari kota ingin mendengar kisah bahagia. Nah, tolong diceritakan, bagaimana caranya menemukan kebahagiaan?”
Anik duduk di kursi yang ada di dekat perempuan itu, lalu mulai bercerita dengan gaya bahasanya yang lugu dan sederhana. Suaranya jernih dan jelas.
“Begini, Non. Saya pernah punya suami dan anak. Tetapi, suami saya meninggal karena kanker. Celakanya, tiga bulan kemudian putra tunggal saya menyusul bapaknya, meninggal ditabrak truk. Saat itu, saya tidak punya siapa pun. Saya enggak bisa tidur, enggak enak makan, enggak bisa tersenyum apalagi tertawa. Tiap hari selalu ada waktu untuk menangisi nasib saya yang jelek ini. Saya bahkan berpikir mau bunuh diri saja.
Lalu suatu malam, waktu pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karena di luar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminum. Anak kucing itu mengeong dan menggosok-gosokkan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum.
Saya sendiri merasa keheranan, lalu berpikir, jika membantu seekor anak kucing saja bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia. Jadi, hari berikutnya, saya membuat kue pisang dan memberikannya ke tetangga yang lagi sakit dan tak bisa bangun dari tempat tidurnya. Dia sangat senang menerima pemberian saya dan kami pun sempat ngobrol dengan bahagia.
Setiap hari, saya mencoba berbuat baik, paling sedikit satu kali sehari berbuat baik. Karena yang saya rasakan, saat melihat orang lain bahagia, saya juga merasa bahagia. Hari ini, rasanya tidak ada orang yang bisa makan lahap dantidur pulas seperti saya. Saya menemukan kebahagiaan ketika bisa membahagiakan orang lain.”
Mendengar cerita Anik, sontak perempuan kaya itu menangis. Ia sadar, ia punya segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, tapi dia kehilangan hal-hal yang tak bisa dibeli uang. Kekayaan yang dipunyai ternyata tidak mampu membuatnya bahagia.
Bukan kekayaan, bukan pula kedudukan dan materi yang mendatangkan kebahagiaan sejati. Tetapi jiwa bersyukurlah yang menjadi kunci pembuka kebahagiaan.
Syukur adalah magnet keberkahan! Dengan mensyukuri atas segala sesuatu yang telah kita miliki, maka kebahagiaan akan selalu mengalir di kehidupan kita. Sebaliknya jika kita tidak mampu menerima keadaan kita hari ini, sebagaimana adanya dan mensyukurinya, maka akan muncul “ketimpangan” batin. Akan terjadi gejolak ketidaknyamanan, ketidakbahagiaan, yang akan membawa kita pada penderitaan yang berkepanjangan.
Bisa bersyukur adalah “ilmu hidup” yang harus kita praktikkan. Kebahagiaan itu, bukan sekadar apa yang kita dapatkan, malah seringkali, mampu memberikan bantuan / pertolongan bagi orang yang memerlukan, dan hal itu pasti akan melahirkan kebahagiaan sejati yang alami.
Setelah melepas kangen, sambil menarik napas panjang, perempuan itu berkata, “Bibi. Setelah anak-anak besar, saya merasa kesepian dan tidak bahagia. Saya merasakan kehidupan yang hampa dan tidak bermakna lagi.”
Sambil tersenyum bijak, tanpa berkomentar sedikit pun si bibi memanggil seorang perempuan, yang bekerja sebagai pembantu harian di rumah itu.
“Mbak Anik. Ini keponakan ibu. Datang dari kota ingin mendengar kisah bahagia. Nah, tolong diceritakan, bagaimana caranya menemukan kebahagiaan?”
Anik duduk di kursi yang ada di dekat perempuan itu, lalu mulai bercerita dengan gaya bahasanya yang lugu dan sederhana. Suaranya jernih dan jelas.
“Begini, Non. Saya pernah punya suami dan anak. Tetapi, suami saya meninggal karena kanker. Celakanya, tiga bulan kemudian putra tunggal saya menyusul bapaknya, meninggal ditabrak truk. Saat itu, saya tidak punya siapa pun. Saya enggak bisa tidur, enggak enak makan, enggak bisa tersenyum apalagi tertawa. Tiap hari selalu ada waktu untuk menangisi nasib saya yang jelek ini. Saya bahkan berpikir mau bunuh diri saja.
Lalu suatu malam, waktu pulang kerja, seekor kucing mengikuti saya. Karena di luar dingin, saya membiarkan anak kucing itu masuk ke dalam rumah. Saya memberinya susu, yang langsung habis diminum. Anak kucing itu mengeong dan menggosok-gosokkan badannya ke kaki saya. Untuk pertama kalinya dalam bulan itu, saya bisa tersenyum.
Saya sendiri merasa keheranan, lalu berpikir, jika membantu seekor anak kucing saja bisa membuat saya tersenyum, mungkin melakukan sesuatu untuk orang lain bisa membuat saya bahagia. Jadi, hari berikutnya, saya membuat kue pisang dan memberikannya ke tetangga yang lagi sakit dan tak bisa bangun dari tempat tidurnya. Dia sangat senang menerima pemberian saya dan kami pun sempat ngobrol dengan bahagia.
Setiap hari, saya mencoba berbuat baik, paling sedikit satu kali sehari berbuat baik. Karena yang saya rasakan, saat melihat orang lain bahagia, saya juga merasa bahagia. Hari ini, rasanya tidak ada orang yang bisa makan lahap dantidur pulas seperti saya. Saya menemukan kebahagiaan ketika bisa membahagiakan orang lain.”
Mendengar cerita Anik, sontak perempuan kaya itu menangis. Ia sadar, ia punya segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, tapi dia kehilangan hal-hal yang tak bisa dibeli uang. Kekayaan yang dipunyai ternyata tidak mampu membuatnya bahagia.
Bukan kekayaan, bukan pula kedudukan dan materi yang mendatangkan kebahagiaan sejati. Tetapi jiwa bersyukurlah yang menjadi kunci pembuka kebahagiaan.
Syukur adalah magnet keberkahan! Dengan mensyukuri atas segala sesuatu yang telah kita miliki, maka kebahagiaan akan selalu mengalir di kehidupan kita. Sebaliknya jika kita tidak mampu menerima keadaan kita hari ini, sebagaimana adanya dan mensyukurinya, maka akan muncul “ketimpangan” batin. Akan terjadi gejolak ketidaknyamanan, ketidakbahagiaan, yang akan membawa kita pada penderitaan yang berkepanjangan.
Bisa bersyukur adalah “ilmu hidup” yang harus kita praktikkan. Kebahagiaan itu, bukan sekadar apa yang kita dapatkan, malah seringkali, mampu memberikan bantuan / pertolongan bagi orang yang memerlukan, dan hal itu pasti akan melahirkan kebahagiaan sejati yang alami.
Senin, 03 Desember 2012
Kebesaran Jiwa Seorang Ibu
23.52
No comments
Yabes
begitu bangga dengan sosok ibunya yang memiliki Jiwa yang begtu besar.
Dia mengenang di saat-saat dirinya dekat dengan ibunya sewaktu ia kecil
hingga ia besar. Banyak yang Ibunya korbankan agar ia bisa menjadi anak
yang kuat dan sehat bagi pertumbuhannya. Dan Karena kebesaran jiwa
seorang ibu, Yabes menjadi seorang yang sukses. Kalau tanpa ibu, maka
hidup Yabes tak seberuntung ini. Ada 7 kebesaran kasihnya yang Yabes
alami dengan kebesaran kasih seorang ibu Sebelum ia pergi untuk
selama-lamanya.
Kebesaran 1
Aku terlahir sebagai seorang
anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untuk aku, dikarenakan nasi yang dimasak hanya sedikit. Sambil
memindahkan nasi ke mangkuk aku, ibu berkata: “Makanlah nak, ibu tidak
begitu lapar. Makan yang banyak agar kamu bisa cepat besar”. Untuk
menambah gizi buat aku, ibu sering pergi ke sungai kecil guna mencari
ikan. ibu berharap dari ikan ia dapat bisa memberikan sedikit makanan
bergizi untuk pertumbuhan saya. Sepulang dari kolam, ibu segera memasak
ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan ikan itu, ibu
duduk di sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di
tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat
ibu seperti itu, hatiku juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku dan
memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia
berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan daging ikan. Biar ibu
makan kepala dan tulangnya yang garing ini”
Kebesaran yang ke 2
Saat aku sudah mulai bersekolah, ibu selalu bekerja tanpa mengenal
waktu hanya karena untuk membiayai sekolahku. Ibu selalu bangun
pagi-pagi sekali pergi kehutan untuk menyadap getah karet. Tengah hari
ibu baru pulang dengan membawa ember hasil mencari getah karet. Setelah
kering, ibu membawanya kepasar untuk dijual. Sekitar 8 km jarak antara
pasar dan dusunku. Sebelum ke rumah ibu menyempatkan diri untuk mencari
sayuran dan ikan untuk makan malam. Habis makan malam ibu menjahit
pakaian pesanan tetangga hingga larut malam. Saat ibu menjahit, aku
berkata, " Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.”
Ibu tersenyum dan berkata :”Kamu tidurlah dahulu, besok pagi-pagi harus
sekolah.Ibu masih belum lelah dan mengantuk. Lagi pula pakaian ini esok
mau diambil” Setelah berkata demikian, ibu merapikan tempat tidur dan
mengecup keningku dan melanjutkan tugasnya.
Kebesaran ke 3
Ketika lulusan tiba, ibu diminta untuk hadir dan mengambil surat
kelulusan. Ketika terik matahari mulai menyinari, ibu yang kelihatan
lelah berjalan disampingku. Setelah pertemuan singkat para orang tua dan
guru, Ibu dengan segera menghampiriku dan memberikan air yang ibu bawa
dari rumah. Karena aku tahu ibu dari tadi belum meminum sejak dari
rumah, aku berkata "Ibu minumlah lebih dahulu. Dari tadi aku belum
melihat ibu minum" Dengan senyumnya yang khas sambil menyodorkan
botolnya padaku, Ibu berkata "Minumlah anakku sayang, Ibu belum haus"
Aku hanya memandang ibu dengan heran sambil meminum.
Kebesaran ke 4
Ibuku yang memang single parent selalu kewalahan dalam mengatur
kehidupan yang dirumah.Karena gigihnya ibu bekerja, sampai-sampai ia
jatuh sakit. Aku sebagai anaknya yang semata wayang begitu panik melihat
ibuku yang kusayangi sakit. Lalu aku berusaha untuk membawanya ke
puskesmas terdekat. Tapi seperti biasa ibu hanya berkata, "Ibu hanya
demam ringan. Nanti juga sembuh sendiri" Pernah ada tetangga
menganjurkan agar ibuku bisa menikah lagi. Tapi jawab ibu, "Aku ga mau
hatiku terbagi dengan pria lain, biar aku berikan aja rasa sayangku ini
pada anakku. Aku pun takut kalo ada ayah baru, ia nanti tidak sayang
sama anakku"
Kebesaran ke 5
Setelah aku tamat dari sekolah
dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya istirahat. Tetapi ibu
tidak mau, ia rela pergi ke hutan setiap pagi untuk menyadap getah untuk
kebutuhan hidupnya. Aku yang bekerja memberika hasil kerjaku kepada
ibuku untuk membantu kebutuhan kami. Tetapi ibu bersikukuh tidak mau
menerima uang tersebut. Malahan ia mengembalikan balik uang tersebut.
Ibu berkata : “Saya masih punya uang. Kamu simpan aja buat keperluan
kelak nanti. Kalau bisa kamu buat kuliah lagi,nak.”
Kebesaran ke 6
Atas anjurannya saya pun kuliah lagi ambil S1. Selesai S1, dimana aku
bekerja di perusahan itu memberikan beasiswa untuk kuliah di kota lain.
Aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di
sebuah universitas ternama di kota tersebut berkat sebuah beasiswa di
sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan
gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati
hidup di kota besar. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau
merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku tidak terbiasa tinggal di
kota besar."
Kebesaran ke 7
Setelah memasuki usianya yang
tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit,
aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang
untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah
di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua,
menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di
wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat
dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku
terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil
berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam
kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “ Jangan
menangis anakku, Aku tidak kesakitan. Jangan kamu terlalu khawatir
dengan ibu.Ibu sekarang sudah bisa melepasmu dengan hati lapang, karena
anakku sekarang sudah dewasa dan mandiri. Ijinkan ibu pergi menyusul
ayah,nak.” Aku hanya bisa menanggis melihat keadaan ibu yang tergelatak
lemah.
Aku sangat terpukul dengan kepergian ibuku yang begitu cepat.
Belum ia menikmati hasil dari pekerjaanku, beliau sudah pergi. Ini akan
selalu kukenang. karena peran kebesaran beliau aku bisa seperti
ini."Terima kasih IBU."
Kaki Cerita :
Banyak kehidupan yang
di alami seseorang dengan kehadiran sosok ibu. Ada yang kagum, ada yang
bangga dan tidak sedikit juga ada yang benci dengan sosok ibu. Lalu apa
yang kalian alami dengan sosok seorang ibu?
Coba diingat-ingat,
sudah berapa lamakah kita tidak menelepon dengan ibu kita? Sudah berapa
lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ibu
kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu
mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ibu kita yang kesepian.
Kita selalu lupa akan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan
dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya,
kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan
atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.
Namun,
apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah
ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia
atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali
lagi..
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi
ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di
kemudian hari.
Tuhan Yesus Memberkati
Minggu, 02 Desember 2012
"MAAFKAN AKU AYAH" (PART 2)
01.19
No comments
Seorang
gadis muda tumbuh di perkebunan ceri tidak jauh dari Traverse City,
Michigan. Orang tuanya sedikit kolot, cenderung bereaksi berlebihan pada
cincin di hidungnya, musik yang ia dengarkan dan panjang roknya. Mereka
menghukumnya beberapa kali, dan ia memendam kejengkelan dalam hati.
“Saya benci Ayah!”, teriaknya ketika ayahnya mengetuk pintu kamarnya
setelah sebuah pertengkaran, dan malam itu ia menjalankan rencana yang
sudah ia pikirkan puluhan kali. Ia melarikan diri. Ia baru sekali ke
Detroit sebelumnya, dalam perjalanan dengan bis bersama kelompok remaja
gerejanya untuk menyaksikan permainan tim Tigers. Karena surat kabar di
Traverse City sering memberitakan tentang geng, obat terlarang, dan
kekerasan di pusat kota Detroit dengan sangat rinci, ia menyimpulkan
pasti orang tuanya tidak akan mencarinya ke sana. California mungkin,
atau Florida, tapi tidak Detroit.
Pada hari kedua ia di sana,
ia bertemu seorang pria yang mengemudikan mobil paling besar yang pernah
dilihatnya. Pria itu menawarkan untuk mengantarnya, membelikan makan
siang, dan mengatur agar ia punya tempat tinggal. Ia memberi gadis ini
beberapa pil yang membuatnya belum pernah merasa seenak ini. Ternyata
selama ini ia memang benar, pikir gadis itu: orangtuanya melarangnya
menikmati segala kesenangan.
Kehidupan menyenangkan berlanjut satu
bulan, dua bulan, setahun. Orang bermobil besar itu, ia memanggilnya
BOS, mengajarinya beberapa hal yang disukai pria. Karena ia masih di
bawah umur, pria membayar mahal untuknya. Ia tinggal di apartemen mewah,
dan bisa memesan layanan kamar kapan saja. Sesekali ia teringat pada
orang-orang di kampung halamannya, tapi hidup mereka sekarang tampak
sangat membosankan dan kampungan sampai ia hampir tidak percaya ia
tumbuh besar di sana. Ia sedikit takut ketika melihat fotonya di
belakang kemasan susu dengan judul besar, “Apakah Anda pernah melihat
anak ini?”.
Tapi sekarang rambutnya sudah pirang, dan dengan semua
riasan wajah dan perhiasan yang ia kenakan, tidak akan ada yang
menyangka ia masih anak-anak. Lagipula, kebanyakan temannya adalah
remaja yang melarikan diri, dan tidak ada yang berkhianat di Detroit.
Setelah setahun, tanda-tanda samar penyakit mulai muncul, dan ia
terkejut melihat betapa cepat bosnya menjadi kejam.
“Jaman sekarang
kita tidak bisa main-main,” geramnya, dan tiba-tiba saja, ia sudah
berada di jalanan tanpa uang di kantungnya. Ia masih melakukan
"pekerjaannya" beberapa kali semalam, tapi bayaran mereka kecil, dan
semua uang itu habis untuk membiayai kecanduannya. Ketika musim dingin
tiba, ia menemukan dirinya tidur di pagar logam di depan pusat
pertokoan.
Suatu malam ia berbaring tanpa bisa tidur, sambil
mendengarkan langkah kaki, tiba-tiaba seluruh kehidupannya tampak
berbeda. Ia tidak lagi merasa menjadi wanita hebat. Ia merasa seperti
anak kecil, tersesat di kota yang dingin dan menakutkan. Ia mulai
menggigil. Kantungnya kosong dan ia lapar. Ia juga perlu obat terlarang.
Ia melipat kakinya, dan gemetar di bawah lembaran surat kabar yang
ditumpuk di atas mantelnya.
Sesuatu muncul begitu saja di
pikirannya, dan satu gambaran terbayang di matanya: bulan Mei di
Traverse City, ketika jutaan pohon ceri berbuah bersamaan, ia berlarian
bersama anjing golden retriever miliknya. Mengejar bola tenis di antara
barisan pohon berbunga. Tuhan, mengapa aku pergi, katanya dalam hati,
dan rasa perih menghunjam jantungnya. Anjingku saja di rumah makan lebih
enak daripada aku sekarang. Ia menangis, dan dalam sekejap ia tahu
tidak ada yag lebih ia inginkan di dunia kecuali pulang. Tiga sambungan
telepon, tiga kali dijawab mesin panjawab. Ia menutup telepon tanpa
meninggalkan pesan dua kali pertama, tapi ketiga kalinya ia berkata,
“Ayah, Ibu, ini aku. Aku berpikir mungkin aku akan pulang. Aku akan naik
bis ke sana, dan aku akan sampai sekitar tengah malam besok. Kalau Ayah
dan Ibu tidak datang, yah, mungkin aku akan terus naik bis sampai ke
Kanada”.
Dibutuhkan waktu sekitar tujuh jam dengan bis dari Detroit
ke Traverse City, dan sepanjang jalan ia menyadari cacat-cacat dalam
rencananya. Bagaimana kalau orangtuanya sedang keluar kota dan
melewatkan pesan itu? Bukankah seharusnya ia menunggu satu dua hari
sampai bisa berbicara langsung dengan mereka? Dan kalaupun mereka ada di
rumah, mungkin mereka sudah lama menganggapnya mati. Seharusnya ia
memberi waktu agar mereka bisa mengatasi rasa kagetnya. Pikirannya
bolak-balik antara rasa khawatir dan kata-kata yang disusun untuk
menyapa ayahnya.
“Ayah, aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Bukan salah Ayah, semuanya salahku. Ayah, bisakah Ayah memaafkan aku?”
Ia mengucapkan pikiran itu berulang-ulang dalam hati, kerongkongannya
tercekat bahkan ketika melatihnya. Sudah bertahun-tahun ia tidak minta
maaf pada siapapun. Bis melaju dengan lampu menyala sejak Bay City.
Butiran kecil salju yang berjatuhan di trotoar terlindas ribuan ban, dan
aspal beruap. Ia lupa segelap apa malam hari disini. Seekor rusa
berlari menyeberang jalan dan bis menghindarinya. Sesekali, ada
billboard. Tanda yang menunjukkan jaraknya ke Traverse City. Ya, Tuhan.
Ketika bis akhirnya berbelok ke stasiun, rem udaranya mendesis
memprotes, pengemudi mengumumkan dengan suara serak lewat mikrofon.
“Lima belas menit, saudara-saudara. Kita hanya berhenti selama itu di sini.”
Lima belas menit untuk memutuskan hidupnya. Ia memeriksa dirinya di
cermin lipat, merapikan rambutnya, dan menjilat lipstik dari giginya. Ia
melihat noda tembakau di ujung-ujung jarinya dan berpikir apakah
orangtuanya akan melihatnya. Kalau mereka datang. Ia berjalan ke dalam
terminal. Tidak tahu harus mengharapkan apa. Tidak satu pun dari adegan
yang ia siapakan di pikirannya bisa mempersiapkannya untuk apa yang
dilihatnya. Di sana, di atas kursi-kursi plastik terminal bis Traverse
City, Michigan, berdiri sekitar empat puluh saudara, paman, bibi,
sepupu, nenek, nenek buyut. Mereka semua memakai topi kertas pesta dan
gulungan kertas yang bisa ditiup, dan di dinding terminal ditempel
spanduk yang dibuat dengan komputer bertuliskan, “Selamat pulang
kembali!”
Di tengah kerumunan penyambut, muncul ayahnya. Ia
memandang dengan mata perih dengan air mata sepanas air raksa, dan
memulai sapaan yang sudah dihafalkan, “Yah, aku minta maaf. Aku
tahu....Aku”
Ayahnya memotong. “Sst, Nak. Kita tidak punya waktu
untuk itu. Tidak punya waktu untuk permintaan maaf. Kau akan terlambat
ke pesta. Sebuah jamuan menunggumu di rumah.”
Amen
Catatan
Kisah aku minta maaf ayah yang ke 4 ini kisah terakhir dari, "aku minta maaf,ayah"
kisah yang terakhir ini memberikan suatu ajaran bagi kita sebagai
seorang anak untuk berani bertanggung jawab dengan apa yang telah kita
perbuat. Jangan pernah kita angap ayah yang kita takuti itu akan
membunuh kita saat melakukan kesalahan. Namun, ada sisi lain juga dengan
kasih seorang ayah yang bisa memaafkan apa yang anaknya perbuat meski
itu sangat fatal. Dan Demikian juga bagi yang menjadi seorang ayah.
Miliki hati yang mengasihi sebagai seorang ayah yang mw memaafkan
anaknya, meski ia keterlaluan melakukan kesalahan. Semoga kisah di atas
bisa membuka hati kita untuk berani meminta maaf dan berani juga untuk
memaafkan.
Di bulan Desember kelak akan menceritakan KEBESARAN
SEORANG IBU. Nantikan bulan depan dengan kisah kasih seorang ibu
terhadap anak dan suaminya.
Tuhan Yesus Memberkati
Langganan:
Postingan (Atom)