Selasa, 27 November 2012

Lima Ribu

Tahun 1976, sepasang suami istri sedang melangkahkan kaki, keluar dari sebuah stasiun kereta api. Mereka baru saja tiba dari Jakarta. Dua minggu yang lalu, mereka belum membayangkan ada di tempat mereka berdiri saat ini.

Ketika ketua yayasan tempat sang suami melayani mengatakan bahwa si suami telah diangkat menjadi koordinator pelayanan misi yayasan tersebut, bukan kegembiraan atau sukacita besar yang terluap, namun kegalauan yang luar biasa. Setelah berita itu dikabarkan kepadanya, dia pulang tanpa semangat lalu menceritakan semua itu kepada istrinya.

"Ke mana kamu pergi, aku ikut." Hanya itu yang dikatakan istrinya saat suami meminta izin untuk tidak menerima keputusan yayasan tersebut kepada istrinya.

Sang suami dalam pergumulan berat. Yang dia tahu, dia membawa serta istrinya ke Jakarta bukan untuk menjadi seorang pegawai kantoran. Yang dia tahu akan pangilan Tuhan bagi dirinya adalah pergi ke sebuah tempat yang belum terjamah oleh Injil dan membangun gereja Tuhan di sana.

"Pak, saya minta ditempatkan di lapangan saja. Saat ini, panggilan bagi saya bukanlah duduk di belakang meja," kata sang suami kepada ketua yayasan.

Ketua yayasan membujuk untuk tetap menerima jabatan tersebut. Namun, dengan mantap pula si suami tetap menolak. Dua minggu kemudian, mereka pun diberangkatkan ke ujung timur pulau Jawa.

Saat ini mereka termangu di stasiun kereta. Entah mau ke mana. Tidak ada sanak saudara, tidak ada kenalan. Rencananya, mereka akan mencari penginapan terlebih dahulu, namun ternyata tidak ada satu pun penginapan di dekat stasiun, sedangkan hari sudah malam.

Mereka berjalan perlahan keluar dari stasiun. Istrinya yang kurus tetap tegak melangkahkan kaki kecilnya mengikuti langkah mantap sang suami.

Sudah lelah. Mereka pun berhenti di depan sebuah rumah. Malam sudah larut. Karena capai, sang suami memutuskan berhenti sejenak agar sang istri dapat beristirahat.

Sebuah motor perlahan mendekat. Dilihatnya kedua orang yang terlalu capai itu.

"Mau ke mana, Pak?" tanya sang pengendara motor yang telah mematikan mesin motornya.

"Hanya beristirahat sebentar, Pak," jelas si suami. "Kami mau ke daerah Genteng, tapi sudah tidak ada bis, jadinya kami jalan saja sambil mencari penginapan. Tapi nampaknya tidak ada."

"Oh, iya, di daerah sini memang tidak ada penginapan, Pak," jelas pengendara motor. "Penginapan adanya, ya di Genteng itu. Masih jauh Pak, kalau mau jalan kaki."

"Waduh, bagaimana ya?" komentar si suami.

"Menginap di rumah saya saja, Pak," kata si pengendara motor.

"Wah, terima kasih banyak, Pak," jawab si suami nyaris melompat-lompat. "Masih, jauh Pak, rumahnya?"

"Oh, tidak. Anda berdiri tepat di depan rumah saya, kok," senyum si pengendara motor. "Mari silakan masuk, istri Anda sudah terlihat sangat lelah."

"Puji Tuhan, terima kasih banyak, Pak," kata si suami dengan bibir bergetar.

Dari rumah itulah pasangan suami istri tersebut memulai pelayanan mereka. Walau hanya semalam, mereka sempat mengabarkan Kabar Baik kepada si pemilik rumah.

Keesokan harinya, mereka meninggalkan rumah tersebut. Berbekal sedikit uang jalan dari yayasan mereka pun menyewa sebuah penginapan dan mencari kamar kontrakan.

Berhari-hari tanpa hasil. Uang untuk membayar penginapan dan makan sudah hampir habis, sampai akhirnya mereka mendapatkan sebuah rumah yang hanya dihuni oleh seorang nenek. Ada sebuah kamar kosong yang sebenarnya tidak disewakan. Namun, saat suami istri ini mencari kamar kontrakan, si nenek segera menawarkan kamar di rumahnya. Rumahnya tidak bagus, hanya berdindingkan "gedhek". Namun, suami istri ini bersyukur karena ada tempat yang Tuhan sediakan untuk memulai pelayanan mereka. Nenek tidak menentukan uang sewa yang harus mereka bayar, seberapa saja boleh. Sebagian besar sisa uang yang mereka miliki pun diberikan kepada nenek. Jumlahnya tidak banyak. Si suami berjanji dalam hati, saat uang bulanan dari kantor datang, dia akan membayar lebih.

Dari rumah itu suami istri tersebut mulai berjalan kaki dari rumah ke rumah, pasar ke pasar, ladang ke ladang, untuk mencari jiwa bagi Tuhan.

Tanpa terasa, hampir satu tahun berlalu. Belum ada gereja, namun selama pelayanan tersebut, Tuhan memakai mereka menjangkau banyak jiwa. Ada empat orang petobat baru yang Tuhan izinkan untuk mereka muridkan.

Empat orang petobat baru tersebut mereka beri pelajaran dan pemahaman Alkitab. Mereka dididik pula untuk menjadi penginjil yang kelak akan meneruskan pelayanan yang telah dirintis ke berbagai pelosok desa di ujung timur pulau Jawa tersebut.

Satu hal yang menjadi pemikiran suami istri ini adalah, ketika keempat orang tersebut terbeban untuk dikader menjadi penginjil, mereka meninggalkan pekerjaan mereka sehari-hari sebagai petani maupun pedagang keliling untuk mengikuti pelajaran yang diberikan suami istri ini dan turut pula terjun di lapangan. Lalu, bagaimana mereka mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari? Sebenarnya tidak ada keluhan dari keempat orang yang mereka muridkan tersebut. Namun, tetap saja suami istri ini memikirkan hal tersebut.

Surat pun dilayangkan kepada pengurus yayasan, sekiranya keempat orang yang mereka muridkan ini dapat pula menerima berkat dari yayasan. Sambil menunggu kabar dari pengurus yayasan, suami istri ini pun memutuskan untuk membagi berkat bulanan mereka dengan keempat orang tersebut.

Saat itu, awal tahun 1977, mereka mendapatkan uang Rp 25.000 setiap bulan dari pengurus yayasan. Uang sebesar itu pun dibagi menjadi lima. Itu berarti keempat orang yang mereka muridkan mendapat uang Rp 5.000 setiap bulannya, sama besarnya dengan jumlah yang didapatkan suami istri tersebut. Mulai sejak saat itu, pasangan suami istri itu pun hidup berhemat. Jika dulu mereka bisa makan nasi, mereka pun beralih ke bubur, nasi jagung, atau tiwul. Lauk pun seadanya. Jika tidak ada lauk, mereka cukup makan dengan bubur sambal dan sayur genjer yang diambil istri dari sawah-sawah penduduk sekitar. Berbulan-bulan lamanya keadaan tetap seperti itu karena tidak ada kabar apapun pula dari pengurus yayasan mengenai usulan mereka untuk memberikan uang bulanan kepada empat orang yang telah menjadi penginjil. Si istri pun semakin kurus dan sering sakit. Pernah mereka berdua hampir menyerah karena pergumulan akan kebutuhan hidup sehari-hari, ditambah lagi kebutuhan pelayanan. Mereka merasa yayasan sungguh tidak memedulikan kesulitan mereka di sana. Namun, Tuhan tidak tinggal diam. Meskipun dalam kesulitan, Tuhan tetap menghibur dan menguatkan. Ketaatan akan panggilan Tuhan memang diuji dan mereka ingin memenangkan ujian tersebut. Sesakit apapun, mereka dan empat orang murid rohani mereka, memutuskan untuk tetap taat pada panggilan Tuhan. Tuhan terus membuka jalan bagi penginjilan di ujung timur pulau Jawa tersebut. Semakin banyak jiwa dimenangkan, termasuk nenek yang menyediakan kamar untuk mereka sewa dan rumah untuk dijadikan tempat persekutuan.

Akhir tahun 1977, pihak yayasan memanggil suami istri ini untuk kembali ke Jakarta. Keadaan mendesak di kantor pusat membuat mereka harus meninggalkan tempat pelayanan itu. Empat orang penginjil baru yang telah berhasil dimuridkan pun telah siap untuk meneruskan perintisan di daerah tersebut. Dengan berat hati suami istri ini memutuskan untuk bersedia meninggalkan ujung timur pulau Jawa tersebut, ditambah lagi masih ada rasa kecewa terhadap yayasan yang seolah menutup mata akan kesulitan hidup mereka selama di lapangan. Namun, Tuhan memberikan tanda kepada mereka, bahwa cukup sudah pelayanan mereka di ujung timur pulau Jawa tersebut. Tuhan menyediakan pekerja-pekerja-Nya yang lain untuk meneruskan pelayanan mereka. Tuhan juga melembutkan hati mereka untuk memaafkan pihak yayasan.

Bertahun-tahun kemudian, sepasang suami istri ini telah menjadi orang tua dari empat orang anak dan tetap melayani Tuhan. Setiap ada kesempatan untuk pergi ke ujung timur pulau Jawa tersebut, mereka membawa serta anak-anaknya. Mereka tinggal di rumah nenek dan di kamar kecil yang mereka sewa ketika berada di sana. Mereka ingin anak-anaknya juga melihat pekerjaan Tuhan yang luar biasa di ujung timur pulau Jawa tersebut.

"Kenapa Papa senang mengajak kami liburan ke sini?" tanyaku kepada si suami yang sedang bersiap-siap lagi mengajak anak-anaknya mengunjungi sebuah gereja dari sekian banyak gereja yang telah masuk jadwal kunjungannya.

"Karena Tuhan membuat 5000 rupiah menjadi lebih dari lima ribu jiwa! Karena dari dua menjadi empat kali lima ribu jiwa!" Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku waktu mendengar jawabannya saat itu. Bukan mengerti maksudnya, namun otak kecilku tidak mampu memahami apa yang dimaksudnya.

Namun, sekarang setiap mendengar cerita si istri mengenai perintisan ujung timur pulau Jawa itu, aku tidak lagi mengangguk-anggukkan kepalaku. Aku hanya dapat termangu sambil berkata dalam hati, "Terpujilah Tuhan!"

Kalajengking

Ada seorang India yang melihat seekor kalajengking mengambang berputar-putar di air. Ia memutuskan untuk menolong kalajengking itu keluar dengan mengulurkan jarinya, tetapi kalajengking itu menyengatnya. Orang itu masih tetap berusaha mengeluarkan kalajengking itu keluar dari air, tetapi binatang itu lagi-lagi menyengat dia.

      Seorang pejalan kaki yang melihat kejadian itu mendekat dan melarang orang India itu menyelamatkan kalajengking yang terus saja menyengat orang yang mencoba menyelamatkannya. Tetapi orang India itu berkata, "Secara alamiah kalajengking itu menyengat. Secara alamiah saya ini mengasihi. Mengapa saya harus melepaskan naluri alamiah saya untuk mengasihi gara-gara kalajengking itu secara alamiah menyengat saya?"

Jangan berhenti mengasihi,

Jangan menghentikan kebaikan anda, Bahkan meskipun ketika orang-orang lain menyengat anda.

Kisah Stephen Tong

9 Januari 1957, hari itu pergumulan jiwa saya begitu berat. Menentukan apakah saya seumur hidup akan menyerahkan diri menjadi penginjil atau tidak. Lima tahun sebelum itu saya sudah menyerahkan diri. Waktu itu saya berumur 12 tahun, dan berkata “Seumur hidup saya mau menjadi hamba-Mu, dan tugas utamaku adalah memberitakan Injil di dalam sejarah manusia untuk memenangkan jiwa kembali ke Kerajaan Tuhan”. Lima tahun kemudian, secara perlahan saya mulai tertarik oleh Komunisme, Atheisme, Evolusionisme, Dialektika Materialisme, dan filsafat-filsafat yang paling modern, dimana sebaya saya banyak yang tidak tertarik. Saya sangat tertarik dan mulai terkontaminasi. Dan akhirnya, saya mulai membuang iman Kristen.

Saat itu ada seorang pendeta yang unik datang ke Indonesia. Pendeta itu seumur hidupnya memanggil orang menjadi hamba Tuhan. Saya menghadiri retreat yang dipimpin oleh Pendeta tersebut untuk menyenangkan hati mama saya. Hari itu menjadi pergumulan paling berat selama tujuh belas tahun saya hidup di dunia. Meskipun khotbah Pendeta itu menyentuh, namun iman Kristen sudah saya buang. Hanya mama saya, yang sejak saya berumur tiga tahun telah menjadi janda, tetap setia mendoakan saya. Apakah saya harus kembali kepada iman yang menurut saya saat itu sudah kuno, sudah digugurkan oleh ilmu, sudah ditolak oleh orang modern. Saya tidak berani dan malu berdoa di kamar, karena banyak orang ikut camp. Maka saya berlutut di kamar mandi, diatas ubin yang basah. Saya berdoa, “Tuhan kalau malam ini ternyata Engkau hidup, panggil saya dengan kuasa-Mu. Jika saya tidak sanggup melawan-Mu, maka saya akan seumur hidup setia sampai mati. Jikalau tidak ada panggilan jelas dan ternyata Engkau tidak bicara pada saya, saya akan lolos dan seumur hidup tidak lagi mengenal Engkau”. Dengan air mata saya bergumul kepada Tuhan. Lalu malam itu saya ikut kebaktian. Ada peserta yang bicara, tertawa, namun saya diam, tenang dan serius. Saya mau melihat bagaimana Tuhan bekerja. Kursi seperti lebih keras dari biasa, suasana lebih dingin dari biasa, waktu lewat lebih pelan dari biasa. Atheismekah atau Theisme?, Pagankah atau Christian?, Komunismekah atau Kristen?, Evolusikah atau Creation? Ini adalah saat penentu. Disatu sisi ada orang-orang Kristen yang mencintai Tuhan, yang hidupnya sangat saya kagumi. Disisi lain, fakta mengenai filsafat-filsafat mutakhir juga tidak bisa saya tolak.

Pendeta yang berkhotbah bagi saya berteriak-teriak mewakili teriakan terakhir sebelum Kristen mati. Teriakan yang mewakili status sebagai antek-antek Imperialisme yang merampas kebebasan manusia berpikir dan mempelopori racun barat untuk membuka jalan bagi meriam Imperialisme. Dengan mata yang miring saya melihat dia dan dengan sikap pertarungan dalam hati untuk menentukan nasib saya seumur hidup. Khotbah hari itu adalah mengenai lima suara,

Suara pertama adalah suara Allah Bapa. “Siapa yang boleh aku utus”, Firman-Nya. Lalu jawaban dari Yesaya, “disini saya, utuslah saya”. Jawaban dari Tuhan Allah, “Saya akan mengirim engkau untuk memberitakan Firman yang tidak diterima oleh orang lain. Saya akan mengirim engkau pergi kepada bangsa-bangsa yang keras hati”. Wah ini paradoks sekali, tetapi kelihatan ada makna tertentu yang saya perlu pelajari lagi.

Suara kedua adalah suara Anak Allah yang berkata “Tuaian sudah masak, pergilah menuai sebelum waktu lewat dan pergi ke seluruh dunia kabarkan Injil jadikan segala bangsa muridku”. ini suara dari pada anak Allah,

Suara ketiga adalah suara ROH KUDUS diambil dari wahyu, mengenai barang siapa yang rela meminum air hidup akan diperanakkan pula, karena Injil adalah kuasa Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya.

Suara keempat adalah suara Rasul. “Jikalau aku tidak mengabar Injil, celakalah aku”, kata Paulus. karena beban ini sudah diberikan kepada aku dan jika aku dengan rela mengerjakannya ada pahala bagiku, rela, terpaksa, terpaksa, rela, aku harus rela memaksa diriku untuk melayani Injil atau aku harus memaksa diri untuk rela melayani?, ini paradoks lagi.

Suara kelima adalah suara dari Neraka. ini yang membuat saya sangat terkejut. Saya tidak pernah mendengar ada suara pekabaran Injil dari neraka. Siapapun pendeta tidak mengkhotbahkan dari neraka ada orang memanggil manusia mengabar Injil. Dia mengambil ayat dari Lukas 16. Abraham disuruh mengirim orang pergi memberitakan Injil kepada saudara orang kaya yang dihukum, supaya mereka tidak datang ke neraka. Abraham mengatakan bahwa hal itu tidak bisa. Yang kaya mengatakan kalau Abraham meminta lazarus yang pergi, mereka akan percaya. Ini adalah strategi penginjilan dari neraka. Saran neraka, suara neraka, strategi neraka pakai mujizat orang akan percaya. Sekarang di dalam Kekristenan ada dua arus. Yang menekankan Firman dalam penginjilan, dan yang menekankan mujizat. Banyak pendeta sudah jatuh dalam takhyul, tanpa pakai mujizat tidak akan ada orang yang menerima Firman Tuhan. Abraham diminta kirim Lazarus, kalau kirim Billy Graham percuma, mereka tidak ada mujizat. Kalau Lazarus yang berkhotbah karena dia sudah bangkit daripada kematian, maka lima saudaraku menjadi percaya. Saran ini terlihat amat bagus, namun bukan strategi Tuhan. Kesulitan sekarang adalah pemimpin gereja tidak peka lagi strategi dari Tuhan. Ide yang disarankan dari neraka ditolak oleh Abraham, karena sudah ada Firman dalam dunia. Dialog berhenti, diskusi strategi antara neraka dan surga berhenti disitu, Alkitab tidak meneruskan lagi. Lalu kita melihat selama 2000 tahun penginjilan dilakukan ke seluruh dunia, melalui apa? Strategi sorga atau nereka?

Mujizat terbesar adalah melalui percaya kepada Yesus Kristus, orang berdosa bertobat, orang yang mati rohani dapat hidup kembali dan menjadi anak Tuhan yang jujur dan setia. Setelah mendengar khotbah itu, ROH KUDUS bekerja dalam hati saya. Saya mulai bereaksi. Man is not what he thinks, man is not what he feels, man is not what he behaves, itu semua psikologi dunia yang kosong. Man is equal to what he reacts before God. You will be counted in eternity as what you react to God, when you’re living in this earth. Saya harus bagaimana bereaksi kepada Tuhan, akhirnya dapat suatu suara yang sangat dahsyat dalam hati. Kalau engkau tidak mengabarkan injil, maka engkau lebih kalah dari orang di dalam neraka, orang yang jatuh di dalam neraka masih mengharapkan saudaranya diselamatkan. Meskipun strateginya salah, tetapi keinginan mereka supaya saudara sekandung mereka diselamatkan lebih besar cinta daripada engkau yang tidak mengabarkan injil. Teguran yang dahsyat ini membuat saya sadar, dan akhirnya air mata mengalir terus, sampai pakaian depan semua basah kuyup. Saya berkata Tuhan ,” Hari ini saya janji, seumur hidup menjadi hamba-Mu, mengabarkan Injil, dan setelah Tuhan menjawab semua pertanyaan saya, mengenai Evolusi, mengenai Atheisme, Dialektical Materialisme, Komunisme, saya akan ke seluruh dunia menjawab pertanyaan, kesulitan yang menghambat orang lain menjadi orang Kristen. Apologetika yang melayani penginjilan,dan teologi Reformed yang solid, menjadi satu senjata di dalam tangan saya untuk pergi menjelajah.

Sekarang sudah 51 tahun saya sudah pernah berkhotbah kepada kira-kira 30 juta manusia di dalam lebih dari pada 29 ribu kali kebaktian. Menjelajah kira-kira 600 kota di dalam 51 tahun. Dalam usia 68, saya masih naik kapal terbang satu tahun 300 kali, berkhotbah 500 kali, dan diantaranya kira-kira 40 hari minggu di Indonesia, negara yang saya cintai. Bagaimana beratpun, tetap harus menginjili. Kekristenan harus malu, karena bioskop mainkan cerita fiksi, namun tiap hari terus main. Gereja yang menyatakan kebenaran, tidak tiap hari mengabar Injil. Kepada Tuhan kita menyembah , kepada sesama saling mengasihi, kepada dunia kita menginjili. Jikalau gereja tidak menginjili lagi, maka fungsi eksistensinya berhenti dalam dunia ini. Itu sebabnya gerakan Reformed Injili diadakan, untuk memberitakan Firman yang berbobot, berkualitas, dan yang setia kepada Alkitab ke dalam, serta mengabarkan Injil yang murni dan setia keluar.

Apakah hari ini kita masih berbeban untuk penginjilan? Waktu di London tahun 1977, saya melihat satu iklan di muka sebuah bioskop mengenai pertunjukan berjudul Jesus Christ superstar. Tertulis dibawahnya sudah tahun ketujuh, tiap hari dipentaskan. Satu tahun 365 hari, tujuh tahun berturut-turut melawan Yesus dengan nama Jesus Christ superstar. Pementasan yang memfitnah Yesus adalah homoseks, maka semua muridnya laki-laki. Akhirnya seorang murid yang paling cinta pada Dia dan tidak berhasil mendapat cinta-Nya, menjual Dia dengan 30 uang perak. Film yang begitu rusak, yang demikian memfitnah Kekristenan, bisa main selama tujuh tahun dan tiap hari ada penonton. Adakah gereja yang berani mengatakan Jesus Christ is the true saviour of the Lord, setiap hari mengabarkan injil selama tujuh tahun?

Kita harus sedih, karena gereja yang mengabarkan Injil murni, Yesus Juru selamat, Kristus penanggung dosa, khotbah seperti ini sudah hampir hilang. Diganti dengan siapa percaya Tuhan akan mendapat mujizat, saya percaya Tuhan akan mendapatkan kesembuhan, saya percaya Tuhan akan menjadi kaya. Ini adalah teologi sukses, teologi berhasil, teologi makmur yang merajalela. Sedang teologi salib, teologi kebangkitan, teologi Kristus menjalankan hukuman mengganti manusia sudah hilang. Kita masih berani menamakan diri Kristen, pengikut Kristus, orang Injili, Alkitabiah.

Begitu banyak pemuda pemudi yang kita panggil, kemudian mereka mulai mengabarkan Injil. Namun setelah lulus dari sekolah teologi mereka menjadi tidak mengabarkan Injil. Saya sudah teriak ini di benua-benua yang lain berapa besar hukuman yang akan ditimpakan pada rektor-rektor dan dosen-dosen Teologi yang menjadikan orang yang suka mengabarkan Injil setelah belajar empat tahun menjadi tidak suka mengabarkan Injil, jangan melarikan diri dari teguran seperti ini karena orang yang menegur seperti ini, seperti apa yang kamu dengar hari ini sudah semakin sedikit. Kita mengutamakan yang bukan diutamakan oleh Tuhan, dan kita tidak mengutamakan yang diutamakan oleh Tuhan.

Saya harap dalam sepuluh tahun Jakarta bertambah tiga ribu gereja. Dan satu gereja kalau ada seribu orang, tiga ribu gereja baru tiga juta, sedangkan PBB menghitung Indonesia, ibukotanya setiap tahun paling sedikit tujuh ratus – satu juta manusia tambahnya, di dalam sepuluh tahun Indonesia dengan ibukota yang kira-kira lima belas juta manusia, sampai dua puluh juta manusia, berarti orang yang tambah di Jakarta sampai 2025 bisa tiga puluh juta, kalau sepuluh tahun tambah tiga juta, kita masih hutang, tetapi pendeta-pendeta di gereja tidak hitung, mereka hanya hitung di gereja saya dulu tiga ratus sekarang lima ratus. Puji Tuhan, berarti sudah bertumbuh. Pertumbuhan itu dihitung persentasi berarti itu membuktikan kita masih belum mengerti kehendak Tuhan. Kita melihat, kalau bankir-bankir melihat perkembangannya mengikut pasaran berapa persen dia tahu, tapi pemimpin Kristen tidak sadar. Pendeta- pendeta menggembalakan satu juta orang Kristen di Indonesia, sudah dua puluh tahun, seluruhnya digabung tambah dua ratus ribu sudah senang, tapi penduduk tambah sepuluh juta. Yang menginjil tidak banyak, pertumbuhan makin merosot, inikah Kekristenan? Penginjilan yang dilakukan oleh saya sekarang mungkin mendapat tantangan lebih banyak, karena saya sudah mendirikan gereja. Namun dukungan tidak pernah dari manusia, dukungan selalu dari Tuhan. KKR yang saya pimpin tidak pernah menaruh alamat gereja saya, tak pernah umumkan kebaktian saya, karena penginjilan adalah untuk sekota. Dan setelah selesai, masing-masing bebas pergi kemana saja, karena penginjilan bukan bermotivasi menambah anggota saya. Kita menginjili zaman kita, kota kita, bukan untuk mempekembangkan diri kita.

Saudara-saudara saya harap selama saya masih hidup, boleh terus memberitakan Yesus Kristus sungguh-sungguh Juru Selamat. Dia betul-betul Anak Allah, yang diwahyukan dan dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama. Dia yang menggenapi semua janji bagi umat manusia, dan satu-satunya penanggung dosa manusia. Dia satu-satunya yang mati bukan karena dosa sendiri, namun untuk menanggung dosa manusia. Dia satu-satunya yang bangkit daripada orang mati, karena kuasa-Nya melampaui kuasa maut dan kuasa dosa. Selain Dia, tidak ada juru selamat yang lain. Terakhir kali kita mengadakan KKR di Stadion Utama adalah tahun 2003. Saya mengundang Bapak Agus Lai menjadi ketua. Saat itu saya ditegur oleh Tuhan, karena sebelumnya dua kali tema KKR saya adalah “Apakah ini makna hidupku?” dan sebagainya. Akhirnya suatu teguran dari Tuhan, kenapa tidak berani langsung katakan Yesus Juru selamat? Kenapa engkau harus pakai cara supaya menarik lebih banyak orang?, maka tahun 2003 saya mengatakan, temanya adalah “Yesus Kristus Juruselamat Dunia”. Saudara-saudara, biar Injil dikabarkan, saya hanya mau kita berdoa bersama, supaya kehendak Tuhan yang jadi, nama-Nya dipermuliakan, kerajaan-Nya tiba, kehendak-Nya terjadi, karena semua kuasa, kerajaan dan kemuliaan hanya dimiliki oleh Tuhan. Amin.

Selasa, 13 November 2012

"Maafkan aku Ayah" ( Renungan Motivasi Kristen )

Empat tahun yang lalu, telah terjadi kecelakaan yang merenggut seorang wanita. Wanita ini telah meninggalkan suami dan anaknya. Tinggallah Suaminya, Samuel yang mengasuh anaknya perempuan semata wayang. Samuel merasa tidak mampu selama mengurus anaknya setelah kepergian istrinya tercinta.
Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, hingga Samuel harus segera berangkat ke kantor, Sedang Rahel, anaknya, masih tertidur. Samuel harus menyiapkan makanan buat anaknya sebelum ia pergi ke kantor. Karena masih ada sisa nasi, jadi Samuel hanya menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anaknya yang masih mengantuk, kemudian ia bergegas berangkat ke tempat kerja. Peran ganda yang ia jalani, membuat energinya benar-benar terkuras. Suatu hari ketika Samuel pulang kerja, ia merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas ia memeluk dan mencium anaknya, Samuel langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, saat Samuel merebahkan badannya ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Samuel langsung membuka selimut dan dari sinilah sumber masalah'nya. Sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!
Samuel begitu marah, ia lalu mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anaknya yang sedang gembira bermain dengan mainannya. Dengan kalap Samuel memukul tanpa tahu duduk masalahnya. Rahel hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:
"Yah, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya. Karena aku takut mienya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf, yah ... "
Seketika, air mata mulai mengalir di pipi Samuel.... tetapi, ia tidak ingin anaknya melihat ayahnya menangis maka Samuel berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangisnya. Setelah beberapa lama kemudian, ayahnya menghampiri anaknya, memeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya. Samuel lalu membujuknya untuk tidur. Kemudian dengan berlinang airmata Samuel membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur. Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, ia melewati kamar anaknya, dan Samuel melihat anaknya masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto ibunya yang dikasihinya.

Satu tahun telah berlalu sejak kejadian itu, Samuel berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka dan memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang sebagai seorang ayah. Tanpa terasa, Rahel sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi pada masa lalu itu tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh sebagai anak yang bahagia.
Tahun lalu telah berlalu, namun Samuel lupa dengan apa yang ia perbuat tahun lalu. Sehingga ia masih melupakan masa lalu antara ayah dan anaknya.
Guru Taman Kanak-kanaknya memangginya dan memberitahukan bahwa anaknya absen dari sekolah. Samuel harus pulang kerumah lebih awal dari kantor, ia berharap bisa menjelaskan dari anaknya. Tapi ia tidak ada dirumah, ia lalu pergi mencari di sekitar rumah. Samuel mencari dan memanggil di sekitar lingkungannya. Ia memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, anaknya sedang bermain komputer game dengan gembira. Samuel begitu marah, ia membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan dengan rotan. Rahel hanya terdiam dan ia lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Ayah"
Selang beberapa lama kemudian Samuel menyelusuri kenapa Rahel berbuat demikian. Ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidak hadirannya karena ia tidak mempunyai ibu. maka hancurlah hati Samuel dengan apa yang dialami oleh anaknya. Samuel yakin, jika ibunya masih ada dan melihatanya ia akan merasa bangga.

Beberapa hari setelah penghukuman Samuel dengan pukulan rotannya. Rahel pulang ke rumah dengan memberitahu Ayahnya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, Rahel lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis. Kembali Samuel hanya bisa menitikan air mata saat mengintip anaknya yang sedang belajar menulis.
Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Keceriaan Rahel ada juga di hati setiap orang ... tapi astaga, Rahel membuat masalah lagi. Ketika ayahnya sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos sedang sibuk-sibuknya, dibuat heboh dengan ulah Rahel
Mereka menelpon Samuel dengan marah-marah untuk memberitahu bahwa anaknya, saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena Samuel merasa bahwa anaknya ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi dengan sekian lagi,ia hanya berkata: "Maaf,Ayah". Tidak ada tambahan apa pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.
Esoknya Samuel pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat yang tanpa alamat itu untuk dibawa pulang. Sesampai di rumah, dengan marahSamuel mendorong anaknya dan mempertanyakan kepadanya, apa yang telah kamu lakukan? Apa yang ada dipikiranmu?
Rahel hanya terisak dan menjawab: "Surat-surat itu untuk Mama.".
Samuel merasa badannya merasa lemas, matanya berkaca-kaca..... tapi Samuel mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?"
Rahel berkata sambil menangis dan tertunduk : "Aku telah menulis surat buat mama setiap hari. Tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu,lubangnya terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus".
Setelah mendengar penjelasannya ini, Samuel hanya memalingkan wajahnya dan merasa malu dan tidak tahu apa yang harus yang ia lakukan.
Ia hanya bilang pada anaknya, "Nak, Mama sudah berada di surga, untuk menuliskan sesuatu buat mama, cukup dengan berdoa agar Tuhan yang menyampaikan balasAn suratmu itu. Setelah mendengar hal ini, Rahel jadi lebih tenang, dan ia bisa tidur dengan nyenyak. Samuel berjanji untuk berdoa agar bisa menjadi ayah yang baik buat anaknya yang ia kasihi. Ada satu surat yang membuat hati Samuel hancur

'Mama sayang:


Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Mam, setiap hari saya melihat ayah selalu merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, itu yang kami alami,mam. Tapi mam, aku mulai lupa dengan wajahmu. Bisakah mama muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat pada mama? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi mama, mengapa engkau tak pernah muncul?
Betapa hancur hati Samuel Setelah membaca surat itu, tangisnya tidak bisa berhenti karena ia merasa gagal sebagai orang tua tunggal. Apalagi ia mengingat dengan kelakuan nya yang terlalu emosi, maka makin tak terbendung air matanya.

Catatan

Untuk para orang tua yang telah dianugerahi anak yang penuh kasih, berterima-kasihlah setiap hari padanya. Karena orang yang kita kasihi telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidup kita, membantu, mendukung, dan selalu setia menunggu kita.Jika kita terlalu emosional akan membuat orang yang kita sayangi akan membuat hatinya terluka. Dengan kisah ini semoga membuka hati dan akan berjanji kelak untuk menjadi orang tua yang penuh kasih dan yang selalu perhatian untuk buah hati kita.
Amen
Tuhan Memberkati

Kisah pengemis dan 3 bungkus nasi

Alkisah ada tiga orang pengemis yang sedang beristirahat sambil merebahkan diri di sebuah emperan toko. Mereka memutuskan berhenti sejenak karena malam sudah begitu larut, ditambah hujan yang turun sangat deras sejak siang hari. Lelah, lapar dan lesu telah membuat mata mereka mengantuk, danlangs ung terlelap dalam mimpi.
Saat terbangun dari tidur keesokan harinya, ketiga pengemis itu dikejutkan oleh tiga bungkus nasi hangat yang telah diletakkan oleh seseorang pada saat mereka masih tertidur. Entah siapa yang meletakkan, bagi mereka hal itu tidak begitu penting. Yang ada di pikiran mereka hanyalah nasi hangat itu tentu sangat nikmat disantap.
Pengemis pertama merasa senang luar biasa. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyantap nasi bungkus tersebut dengan lahapnya. Perutnya memang kosong, sejak kemarin belum terisi makanan. Setelah selesai menikmati hidangan nasi bungkus dan merasa kenyang, dia pun kembali tidur.
Pengemis kedua juga merasa senang, namun di dalam hatinya terus bertanya, siapakah gerangan orang yang telah bermurah hati mau memberi mereka rezeki di pagi hari ini. Namun saat ia membuka bungkus nasi dan hanya menemukan nasi dengan lauk sebutir telur dan sedikit sayur, ia agak kecewa. Dia mengguman hati, “kenapa isi lauknya bukan ayam. Memberikan rejeki kok tanggung-tanggung”. Sambil terus bertanya dia pun mulai menikmati dan menghabiskan nasi bungkus tersebut.
Pengemis ketiga, dia juga merasa senang dengan rezeki yang diterimanya pagi itu. Sebelum membuka nasi bungkus itu, terlebih dahulu ia mengangkat kedua belah tangannya, dan mengucap syukur kepada Sang Pemberi Rezeki. Dia mendoakan semoga orang yang bermurah hati dan memberikan nasi bungkus itu diberikan rezeki yang berlebih oleh Sang Pencipta. Setelah selesai berdoa, barulah dia nikmati nasi terebut dengan lahap.
Dengan menggunakan analogi di atas, saya mengajak Anda untuk memilih, dari ketiga pengemis tersebut mana yang paling Anda sukai? Pasti jawaban Anda adalah pengemis ketiga.
Cerita di atas mengajarkan kita bagaimana kita perlu bersyukur pada saat menerima pemberian orang. Menurut orang bijak, yang membuat kita banyak tenggelam dalam derita adalah, kurangnya mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan.
Marilah kita nikmati segala karunia dengan penuh rasa syukur. Selain akan menjadi amal, syukur akan membuat hidup lebih ringan dan indah. Syukur akan nikmat ini lebih besar dari seluruh harta dunia dan seisinya.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya, sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, dan jauh dari stres. Berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Senin, 05 November 2012

Renungan Motivasi Kristen Dengan Doa Melegakan Hati

Dr. Lin Ting Tung adalah orang Taiwan pertama yang menjadi dokter dan menjadi Kristen. Ini terjadi pada akhir abad ke-19. Ia bekerja di rumah sakit kecil yang
dirintis oleh Dr. Maxwell,seorang misionaris Inggris. Ketika itu tingkat kesehatan masyarakat di Taiwan sangat rendah dan cara pengobatan masih sangat
sederhana. Pada suatu hari seorang anak datang ke rumah sakit itu dan meminta obat untuk ibunya yang sedang demam akibat malaria. Anak ini berjalan lebih dari dua jam dari desanya ke rumah sakit melalui jalan setapak melewati hutan dan sawah. Ketika nama ibunya dipanggil, anak ini langsung bangkit dari bangkunya,meraih botol obat dan bergegas pulang. Sore harinya pukul lima , ketika kamar obat akan ditutup, seorang perawat tampak bingung dan berbisik, "Dokter Lin,botol obat untuk pasien malaria masih ada disini. Tetapi ada satu botol yang hilang. Isinya disinfektan. Dr. Lin terkejut,diperiksanya botol yang tertinggal, benar isinya obat malaria. Jadi, anak tadi membawa botol yang salah! Botol-botol dikamar obat itu memang berbentuk sama dan berwarna sama pula, baik obat malaria maupun disinfektan sama-sama cairan. "Celaka kita. ibu itu bisa mati. Disinfektan itu obat keras pembunuh kuman untuk kamar operasi. Kalau sampai diminum, usus bisa terbakar dan orang itu akan mati" ujar Dr. Lin dengan wajah pucat. Segera mereka
melaporkan peristiwa ini kepada Dr.Maxwell. Ia juga terkejut. "Sekarang pukul lima , anak itu pergi dari sini pukul tiga jadi Ia sudah hampir tiba. Tidak mungkin kita mengejarnya. Kita tidak tahu jalan kedesa itu" ujar Dr.Maxwell.
Dr. Maxwell termenung. lalu ia berkata, "Mulai hari ini semua obat keras tidak boleh diletakkan diatas meja. Sekarang panggil semua karyawan untuk berkumpul.Kita
akan berdo'a." Begitulah semua orang yang bekerja di rumah sakit itu berkumpul dan berdo'a. Dr. maxwell berdo'a, "Tuhan, kami telah membuat kecerobohan. Ampunilah
kami.Nyawa seorang ibu sedang terancam. Tolonglah dia, cegahlah dia agar tidak meminum obat yang salah itu......" Setelah berdoa mereka melakukan aktivitas sepati biasa. Dr. Maxwell dan Dr. Lin hanya menyerahkan kejadian ini kepada Tuhan.

Malam harinya Dr. Lin berdinas malam. Ia harus bertanggung jawab atas kematian ibu ini. Esok harinya, ketika masih subuh pintu diketuk. Ternyata itu anak yang kemarin membawa botol yang keliru. Mukanya pucat ketakutan. Dr. Lin juga takut. Kedua orang itu berdiri saling memandang dengan gugup. Kemudian anak itu berkata, "Ma'af dokter. Kemarin saya bawa botol itu sambil berlari, lalu saya jatuh botol itu pecah dan isinya tumpah". Dr. Lin yang masih terpaku karena gugup langsung bertanya, Kapan Jatuhnya? anak itu menjadi makin ketakutan, "Ma'af, dokter, saya baru datang sekarang. jatuhnya kemarin sore, menjelang gelap," Dr. Lin langsung ingat : Menjelang gelap....itu adalah saat ketika semua karyawan rumah
sakit berkumpul mendo'akan ibu anak ini! Jiwa ibu anak ini tertolong, isi botol yang salah itu tidak sampai terminum, karena botol itu pecah ditengah jalan.
Dengan keadaan yang tenang Dr. Lin lalu akan menggantikan obat yang baru untuk ibu dari anak tersebut. Setelah perginya anak itu,tiada henti-hentinya Dr. Lin mengucap syukur dengan pertolongan Tuhan. Begitu juga dengan anak tersebut, ia sangat bahagia ketika melihat ibunya sudah mulai membaik dari penyakit malaria.

Melalui kisah ini , kita bisa melihat cara-cara Tuhan bekerja. Bahkan dengan cara Dia bekerja tidak akan ada yang saling mempersalahkan satu sama lain. Bayangkan, apabila sampai obat yang salah itu di berikan kepada ibu dari anak tersebut? Apakah dirumah sakit tidak ada yang saling melemparkan tanggung jawab. Langkah sebagai orang percaya disaat ketakutan melanda kita adalah dengan doa, seperti yang dilakukan Dr. Maxwell. Hanya dengan Doalah maka kejadian yang paling ditakutkan akhirnya bisa diselesaikan dan bahkan akan melegakan hati. semoga kisah yang singkat ini akan menjadi pelajaran yang berarti buat kita semua.
Amen....
Tuhan Yesus Memberkati kita semua

Sabtu, 03 November 2012

Renungan Motivasi KristenSekantong Beras Demi Anak

Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya. Jadi, berikan dorongan semangat buat sesama karena semangat dapat memacu orang untuk terus maju
Ada sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang diri membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak. Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Dimana setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.
Dan karena mengerti dengan keadaan ekonomi mereka, sang anak kemudian berkata kepada ibunya: ” Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah”. Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata, “Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana”.
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata, ”Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran”. Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut. Pengawas kantinpun hanya bisa menerima dengan hati yang kecewa.

Awal Bulan berikutnya sang ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: “Masih dengan beras yang sama”. Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : “Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya”.
Sang ibu sedikit takut dan berkata, “Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana?”
Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata, “Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras”.
Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata, “Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !”.
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: “Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis”. Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: “Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi.”
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi ke kampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: “Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu.”
Sang ibu buru- buru menolak dan berkata, “Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini.”
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.
Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : “Inilah sang ibu dalam cerita tadi.”
Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: “Oh Mamaku………………”

Betapa indahnya jika kita bisa melakukan hal yang baik pada saat kita sebenarnya menderita. kisah d atas sangat menyetuh dengan perjuangan seorang ibu yang rela melakukan apapun juga demi sang anak meski dirinya menderita. pada masa-masa ini, jarang sekali kita menemukan pengorbanan demikian. Bahkan tidak sedikit di saat menderita kita malah ingin di perhatikan bukan memperhatikan kepada orang yg kita cintai. semoga dengan kisah ini bisa membuat kita berkorban pada saat kita mengalami penderitaan,pergumulan dan sebagainya. Sebab, sesungguhnya orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya. Jadi, berikan dorongan semangat buat sesama karena semangat dapat memacu orang untuk terus maju
Tuhan Yesus memberkati kita semua
Amen