9 Januari 1957, hari itu pergumulan jiwa saya begitu berat. Menentukan
apakah saya seumur hidup akan menyerahkan diri menjadi penginjil atau
tidak. Lima tahun sebelum itu saya sudah menyerahkan diri. Waktu itu
saya berumur 12 tahun, dan berkata “Seumur hidup saya mau menjadi
hamba-Mu, dan tugas utamaku adalah memberitakan Injil di dalam sejarah
manusia untuk memenangkan jiwa kembali ke Kerajaan Tuhan”. Lima tahun
kemudian, secara perlahan saya mulai tertarik oleh Komunisme, Atheisme,
Evolusionisme, Dialektika Materialisme, dan filsafat-filsafat yang
paling modern, dimana sebaya saya banyak yang tidak tertarik. Saya
sangat tertarik dan mulai terkontaminasi. Dan akhirnya, saya mulai
membuang iman Kristen.
Saat itu ada seorang pendeta yang unik
datang ke Indonesia. Pendeta itu seumur hidupnya memanggil orang menjadi
hamba Tuhan. Saya menghadiri retreat yang dipimpin oleh Pendeta
tersebut untuk menyenangkan hati mama saya. Hari itu menjadi pergumulan
paling berat selama tujuh belas tahun saya hidup di dunia. Meskipun
khotbah Pendeta itu menyentuh, namun iman Kristen sudah saya buang.
Hanya mama saya, yang sejak saya berumur tiga tahun telah menjadi janda,
tetap setia mendoakan saya. Apakah saya harus kembali kepada iman yang
menurut saya saat itu sudah kuno, sudah digugurkan oleh ilmu, sudah
ditolak oleh orang modern. Saya tidak berani dan malu berdoa di kamar,
karena banyak orang ikut camp. Maka saya berlutut di kamar mandi, diatas
ubin yang basah. Saya berdoa, “Tuhan kalau malam ini ternyata Engkau
hidup, panggil saya dengan kuasa-Mu. Jika saya tidak sanggup melawan-Mu,
maka saya akan seumur hidup setia sampai mati. Jikalau tidak ada
panggilan jelas dan ternyata Engkau tidak bicara pada saya, saya akan
lolos dan seumur hidup tidak lagi mengenal Engkau”. Dengan air mata saya
bergumul kepada Tuhan. Lalu malam itu saya ikut kebaktian. Ada peserta
yang bicara, tertawa, namun saya diam, tenang dan serius. Saya mau
melihat bagaimana Tuhan bekerja. Kursi seperti lebih keras dari biasa,
suasana lebih dingin dari biasa, waktu lewat lebih pelan dari biasa.
Atheismekah atau Theisme?, Pagankah atau Christian?, Komunismekah atau
Kristen?, Evolusikah atau Creation? Ini adalah saat penentu. Disatu sisi
ada orang-orang Kristen yang mencintai Tuhan, yang hidupnya sangat saya
kagumi. Disisi lain, fakta mengenai filsafat-filsafat mutakhir juga
tidak bisa saya tolak.
Pendeta yang berkhotbah bagi saya
berteriak-teriak mewakili teriakan terakhir sebelum Kristen mati.
Teriakan yang mewakili status sebagai antek-antek Imperialisme yang
merampas kebebasan manusia berpikir dan mempelopori racun barat untuk
membuka jalan bagi meriam Imperialisme. Dengan mata yang miring saya
melihat dia dan dengan sikap pertarungan dalam hati untuk menentukan
nasib saya seumur hidup. Khotbah hari itu adalah mengenai lima suara,
Suara
pertama adalah suara Allah Bapa. “Siapa yang boleh aku utus”,
Firman-Nya. Lalu jawaban dari Yesaya, “disini saya, utuslah saya”.
Jawaban dari Tuhan Allah, “Saya akan mengirim engkau untuk memberitakan
Firman yang tidak diterima oleh orang lain. Saya akan mengirim engkau
pergi kepada bangsa-bangsa yang keras hati”. Wah ini paradoks sekali,
tetapi kelihatan ada makna tertentu yang saya perlu pelajari lagi.
Suara
kedua adalah suara Anak Allah yang berkata “Tuaian sudah masak,
pergilah menuai sebelum waktu lewat dan pergi ke seluruh dunia kabarkan
Injil jadikan segala bangsa muridku”. ini suara dari pada anak Allah,
Suara
ketiga adalah suara ROH KUDUS diambil dari wahyu, mengenai barang siapa
yang rela meminum air hidup akan diperanakkan pula, karena Injil adalah
kuasa Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya.
Suara
keempat adalah suara Rasul. “Jikalau aku tidak mengabar Injil,
celakalah aku”, kata Paulus. karena beban ini sudah diberikan kepada aku
dan jika aku dengan rela mengerjakannya ada pahala bagiku, rela,
terpaksa, terpaksa, rela, aku harus rela memaksa diriku untuk melayani
Injil atau aku harus memaksa diri untuk rela melayani?, ini paradoks
lagi.
Suara kelima adalah suara dari Neraka. ini yang membuat
saya sangat terkejut. Saya tidak pernah mendengar ada suara pekabaran
Injil dari neraka. Siapapun pendeta tidak mengkhotbahkan dari neraka ada
orang memanggil manusia mengabar Injil. Dia mengambil ayat dari Lukas
16. Abraham disuruh mengirim orang pergi memberitakan Injil kepada
saudara orang kaya yang dihukum, supaya mereka tidak datang ke neraka.
Abraham mengatakan bahwa hal itu tidak bisa. Yang kaya mengatakan kalau
Abraham meminta lazarus yang pergi, mereka akan percaya. Ini adalah
strategi penginjilan dari neraka. Saran neraka, suara neraka, strategi
neraka pakai mujizat orang akan percaya. Sekarang di dalam Kekristenan
ada dua arus. Yang menekankan Firman dalam penginjilan, dan yang
menekankan mujizat. Banyak pendeta sudah jatuh dalam takhyul, tanpa
pakai mujizat tidak akan ada orang yang menerima Firman Tuhan. Abraham
diminta kirim Lazarus, kalau kirim Billy Graham percuma, mereka tidak
ada mujizat. Kalau Lazarus yang berkhotbah karena dia sudah bangkit
daripada kematian, maka lima saudaraku menjadi percaya. Saran ini
terlihat amat bagus, namun bukan strategi Tuhan. Kesulitan sekarang
adalah pemimpin gereja tidak peka lagi strategi dari Tuhan. Ide yang
disarankan dari neraka ditolak oleh Abraham, karena sudah ada Firman
dalam dunia. Dialog berhenti, diskusi strategi antara neraka dan surga
berhenti disitu, Alkitab tidak meneruskan lagi. Lalu kita melihat selama
2000 tahun penginjilan dilakukan ke seluruh dunia, melalui apa?
Strategi sorga atau nereka?
Mujizat terbesar adalah melalui
percaya kepada Yesus Kristus, orang berdosa bertobat, orang yang mati
rohani dapat hidup kembali dan menjadi anak Tuhan yang jujur dan setia.
Setelah mendengar khotbah itu, ROH KUDUS bekerja dalam hati saya. Saya
mulai bereaksi. Man is not what he thinks, man is not what he feels, man
is not what he behaves, itu semua psikologi dunia yang kosong. Man is
equal to what he reacts before God. You will be counted in eternity as
what you react to God, when you’re living in this earth. Saya harus
bagaimana bereaksi kepada Tuhan, akhirnya dapat suatu suara yang sangat
dahsyat dalam hati. Kalau engkau tidak mengabarkan injil, maka engkau
lebih kalah dari orang di dalam neraka, orang yang jatuh di dalam neraka
masih mengharapkan saudaranya diselamatkan. Meskipun strateginya salah,
tetapi keinginan mereka supaya saudara sekandung mereka diselamatkan
lebih besar cinta daripada engkau yang tidak mengabarkan injil. Teguran
yang dahsyat ini membuat saya sadar, dan akhirnya air mata mengalir
terus, sampai pakaian depan semua basah kuyup. Saya berkata Tuhan ,”
Hari ini saya janji, seumur hidup menjadi hamba-Mu, mengabarkan Injil,
dan setelah Tuhan menjawab semua pertanyaan saya, mengenai Evolusi,
mengenai Atheisme, Dialektical Materialisme, Komunisme, saya akan ke
seluruh dunia menjawab pertanyaan, kesulitan yang menghambat orang lain
menjadi orang Kristen. Apologetika yang melayani penginjilan,dan teologi
Reformed yang solid, menjadi satu senjata di dalam tangan saya untuk
pergi menjelajah.
Sekarang sudah 51 tahun saya sudah pernah
berkhotbah kepada kira-kira 30 juta manusia di dalam lebih dari pada 29
ribu kali kebaktian. Menjelajah kira-kira 600 kota di dalam 51 tahun.
Dalam usia 68, saya masih naik kapal terbang satu tahun 300 kali,
berkhotbah 500 kali, dan diantaranya kira-kira 40 hari minggu di
Indonesia, negara yang saya cintai. Bagaimana beratpun, tetap harus
menginjili. Kekristenan harus malu, karena bioskop mainkan cerita fiksi,
namun tiap hari terus main. Gereja yang menyatakan kebenaran, tidak
tiap hari mengabar Injil. Kepada Tuhan kita menyembah , kepada sesama
saling mengasihi, kepada dunia kita menginjili. Jikalau gereja tidak
menginjili lagi, maka fungsi eksistensinya berhenti dalam dunia ini. Itu
sebabnya gerakan Reformed Injili diadakan, untuk memberitakan Firman
yang berbobot, berkualitas, dan yang setia kepada Alkitab ke dalam,
serta mengabarkan Injil yang murni dan setia keluar.
Apakah hari
ini kita masih berbeban untuk penginjilan? Waktu di London tahun 1977,
saya melihat satu iklan di muka sebuah bioskop mengenai pertunjukan
berjudul Jesus Christ superstar. Tertulis dibawahnya sudah tahun
ketujuh, tiap hari dipentaskan. Satu tahun 365 hari, tujuh tahun
berturut-turut melawan Yesus dengan nama Jesus Christ superstar.
Pementasan yang memfitnah Yesus adalah homoseks, maka semua muridnya
laki-laki. Akhirnya seorang murid yang paling cinta pada Dia dan tidak
berhasil mendapat cinta-Nya, menjual Dia dengan 30 uang perak. Film yang
begitu rusak, yang demikian memfitnah Kekristenan, bisa main selama
tujuh tahun dan tiap hari ada penonton. Adakah gereja yang berani
mengatakan Jesus Christ is the true saviour of the Lord, setiap hari
mengabarkan injil selama tujuh tahun?
Kita harus sedih, karena
gereja yang mengabarkan Injil murni, Yesus Juru selamat, Kristus
penanggung dosa, khotbah seperti ini sudah hampir hilang. Diganti dengan
siapa percaya Tuhan akan mendapat mujizat, saya percaya Tuhan akan
mendapatkan kesembuhan, saya percaya Tuhan akan menjadi kaya. Ini adalah
teologi sukses, teologi berhasil, teologi makmur yang merajalela.
Sedang teologi salib, teologi kebangkitan, teologi Kristus menjalankan
hukuman mengganti manusia sudah hilang. Kita masih berani menamakan diri
Kristen, pengikut Kristus, orang Injili, Alkitabiah.
Begitu
banyak pemuda pemudi yang kita panggil, kemudian mereka mulai
mengabarkan Injil. Namun setelah lulus dari sekolah teologi mereka
menjadi tidak mengabarkan Injil. Saya sudah teriak ini di benua-benua
yang lain berapa besar hukuman yang akan ditimpakan pada rektor-rektor
dan dosen-dosen Teologi yang menjadikan orang yang suka mengabarkan
Injil setelah belajar empat tahun menjadi tidak suka mengabarkan Injil,
jangan melarikan diri dari teguran seperti ini karena orang yang menegur
seperti ini, seperti apa yang kamu dengar hari ini sudah semakin
sedikit. Kita mengutamakan yang bukan diutamakan oleh Tuhan, dan kita
tidak mengutamakan yang diutamakan oleh Tuhan.
Saya harap dalam
sepuluh tahun Jakarta bertambah tiga ribu gereja. Dan satu gereja kalau
ada seribu orang, tiga ribu gereja baru tiga juta, sedangkan PBB
menghitung Indonesia, ibukotanya setiap tahun paling sedikit tujuh ratus
– satu juta manusia tambahnya, di dalam sepuluh tahun Indonesia dengan
ibukota yang kira-kira lima belas juta manusia, sampai dua puluh juta
manusia, berarti orang yang tambah di Jakarta sampai 2025 bisa tiga
puluh juta, kalau sepuluh tahun tambah tiga juta, kita masih hutang,
tetapi pendeta-pendeta di gereja tidak hitung, mereka hanya hitung di
gereja saya dulu tiga ratus sekarang lima ratus. Puji Tuhan, berarti
sudah bertumbuh. Pertumbuhan itu dihitung persentasi berarti itu
membuktikan kita masih belum mengerti kehendak Tuhan. Kita melihat,
kalau bankir-bankir melihat perkembangannya mengikut pasaran berapa
persen dia tahu, tapi pemimpin Kristen tidak sadar. Pendeta- pendeta
menggembalakan satu juta orang Kristen di Indonesia, sudah dua puluh
tahun, seluruhnya digabung tambah dua ratus ribu sudah senang, tapi
penduduk tambah sepuluh juta. Yang menginjil tidak banyak, pertumbuhan
makin merosot, inikah Kekristenan? Penginjilan yang dilakukan oleh saya
sekarang mungkin mendapat tantangan lebih banyak, karena saya sudah
mendirikan gereja. Namun dukungan tidak pernah dari manusia, dukungan
selalu dari Tuhan. KKR yang saya pimpin tidak pernah menaruh alamat
gereja saya, tak pernah umumkan kebaktian saya, karena penginjilan
adalah untuk sekota. Dan setelah selesai, masing-masing bebas pergi
kemana saja, karena penginjilan bukan bermotivasi menambah anggota saya.
Kita menginjili zaman kita, kota kita, bukan untuk mempekembangkan diri
kita.
Saudara-saudara saya harap selama saya masih hidup, boleh
terus memberitakan Yesus Kristus sungguh-sungguh Juru Selamat. Dia
betul-betul Anak Allah, yang diwahyukan dan dinubuatkan oleh para nabi
Perjanjian Lama. Dia yang menggenapi semua janji bagi umat manusia, dan
satu-satunya penanggung dosa manusia. Dia satu-satunya yang mati bukan
karena dosa sendiri, namun untuk menanggung dosa manusia. Dia
satu-satunya yang bangkit daripada orang mati, karena kuasa-Nya
melampaui kuasa maut dan kuasa dosa. Selain Dia, tidak ada juru selamat
yang lain. Terakhir kali kita mengadakan KKR di Stadion Utama adalah
tahun 2003. Saya mengundang Bapak Agus Lai menjadi ketua. Saat itu saya
ditegur oleh Tuhan, karena sebelumnya dua kali tema KKR saya adalah
“Apakah ini makna hidupku?” dan sebagainya. Akhirnya suatu teguran dari
Tuhan, kenapa tidak berani langsung katakan Yesus Juru selamat? Kenapa
engkau harus pakai cara supaya menarik lebih banyak orang?, maka tahun
2003 saya mengatakan, temanya adalah “Yesus Kristus Juruselamat Dunia”.
Saudara-saudara, biar Injil dikabarkan, saya hanya mau kita berdoa
bersama, supaya kehendak Tuhan yang jadi, nama-Nya dipermuliakan,
kerajaan-Nya tiba, kehendak-Nya terjadi, karena semua kuasa, kerajaan
dan kemuliaan hanya dimiliki oleh Tuhan. Amin.
Selasa, 27 November 2012
Kisah Stephen Tong
23.42
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)








Tidak ada komentar:
Posting Komentar